Oleh : Monika Wutun
Dimensi
komunikasi verbal dan nonverbal pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dan
sering berlangsung secara bersamaan. Bahkan kita tidak dapat memilah kapan
seseorang melakukan komunikasi verbal secara mandiri tanpa disertai dengan
komunikasi nonverbal. Pemahaman tentang komunikasi vebal dan nonverbal akan
dibahas pada tulisan ini dengan tujuan untuk memberikan pengertian yang tepat
tentang bagaimana simbol verbal dan nonverbal dimaknai ketika kita terlibat
dalam komunikasi antarpribadi.
Tulisan
ini diharapkan bisa memberikan gambaran tentang definisi komunikasi verbal dan
nonverbal, fungsi-fungsinya, dimensi-dimensinya, hambatannya serta perbedaan
komunikasi verbal dan nonverbal. Perbedaan disini tidak dimaksudkan seperti
dikotomi antara positif dan negatif atau benar dan salah tetapi lebih pada
pengertian bagaimana kedua simbol verbal dan nonverbal digunakan dan dipahami
maknanya.
KOMUNIKASI VERBAL
Apa Itu
Komunikasi Verbal?
Komunikasi verbal
adalah komunikasi yang didasarkan pada interaksi antarmanusia yang menggunakan
kata-kata lisan atau tertulis secara sadar dan dilakukan untuk berhubungan
dengan manusia lain. Deddy Mulyana
(2002) menyamakan term komunikasi verbal dengan bahasa verbal (karena
menggunakan bahasa) sebagai sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan,
dan maksud kita.
Memahami Fungsi
Komunikasi Lisan Dan Tulisan
Komunikasi verbal dapat
dilakukan secara lisan lewat kata-kata yang dapat diwujudkan lewat pembicaraan
lisan maupun lewat tulisan. Yang membedakan komunikasi verbal lisan dan tulisan
adalah bahasa yang ditampilkan dalam interaksi antarmanusia yaitu verbal lisan
dengan bicara dan verbal tulisan dengan kata-kata tertulis (tercetak).
Sistem simbol dalam
komunikasi verbal menurut Verdeber (Liliweri, 1994) terdiri dari : (1) ‘Kata-kata’
yang diketahui (vocabularly) yang
dipelajari dengan cara-cara tertentu. Dan, (2) Tata bahasa (grammar) dan sintaksis.
(1) Komunikasi Lisan (speech Communication)
Dalam speech communication (komunikasi lisan)
yang terutama dijumpai dalam komunikasi antarpribadi, terjadi pengalihan
pesan-pesan verbal dalam bentuk kata-kata.
Menurut De Vito (1978);
Victoria dan Robert (1983); dalam Liliweri (1994); ada enam jenis komunikasi
lisan (verbal), diantaranya:
(a)
Emotive
Speech, merupakan gaya bicara yang lebih mementingkan aspek
psikologis. Ia lebih mengutamakan pilihan kata yang didukung oleh pesan
nonverbal.
(b)
Patchic
speech, gaya komunikasi verbal yang berusaha menciptakan
hubungan sosial sebagaimana dikatakan oleh Bronislaw Malinowski dengan pathic communication, phatic speech ini
tidak dapat diterjemahkan secara tepat karena ia harus dilihat dalam kaitannya
dengan konteks di saat kata diucapkan dalam suatu tatanan sosial suatu
masyarakat.
(c)
Cognitive
speech, jenis komunikasi verbal yang mengacu pada kerangka
berpikir atau rujukan yang secara tegas mengartikan suatu kata secara denotatif
dan bersifat informatif.
(d)
Rethorical
speech, mengacu pada komunikasi verbal yang menekankan
sifat konatif. Gaya bicara ini mengarahkan pilihan ucapan yang mendorong
terbentuknya perilaku.
(e)
Metalingual
speech, komunikasi lisan secara verbal, tema
pembicaraannya tidak mengacu pada obyek dan peristiwa dalam dunia nyata
melainkan tentang pembicaraan itu sendiri.
(f)
Poetic
speech, komunikasi lisan yang secara verbal berkutat pada
struktur penggunaan kata yang tepat melalui perindahan pilihan kata, ketepatan
ungkapan biasanya menggambarkan rasa seni dan pandangan serta gaya-gaya lain
yang khas.
(2) Memahami Fungsi Komunikasi Verbal
Tertulis
Pertama,
“Konteks”.
Komunikasi bergerak dalam suatu keadaan yang berbeda, fisik, sosiologis,
psikologis bahkan konteks verbal.
Kedua,
“Kata”
sebagai simbol ada satu prinsip dasar yang didiskusikan dalam setiap tema
semantik adalah adanya “kata” yang kadang-kadang tidak mengandung makna jika
tidak dihubungkan dengan kata-kata yang lain.
Ketiga,
“Tingkat
Abstraksi”. Setiap konteks mengakibatkan tingkat abstraksi yang berbeda. Ada
jenjang dari suatu konteks yang mengakibatkan perbedaan daya abstraksi terhadap
suatu wacana. (contoh: surat kepada teman akan beda dengan surat terhadap
pimpinan / Dosen).
Bahasa Dan Makna
Bahasa memiliki fungsi
mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki, orang, objek dan perisitwa.
Setiap orang punya nama untuk identitas sosial. Orang juga dapat menamai apa
saja, obyek-obyek yang berlainan, termasuk perasaan tertentu yang mereka alami.
Penamaan adalah dimensi pertama bahasa dan basis bahasa, dan pada awalnya
dilakukan manusia sesuka mereka, yang lalu menjadi konvensi.
Menurut Larry L.
Barker, bahasa memiliki tiga fungsi: penamaan
(naming atau labeling), interaksi, dan transformasi informasi. Penamaan merujuk pada usaha
mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga
dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan berbagai
gagasan dan emosi yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan
dan kebingungan. Fungsi transformasi informasi, melalui bahasa informasi dapat
disampaikan kepada orang lain. Kita akan menerima informasi setiap hari, sejak
bangun tidur hingga tidur kembali, dari orang lain, baik secara langsung atau tidak
(melalui media massa misalnya).
Komunikasi verbal
menduduki porsi 39% dari keseluruhan komunikasi kita (Raymond S. Ross dalam
Mulyana, 2002), namun banyak orang tidak sadar bahwa bahasa itu terbatas.
Keterbatasan bahasa dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Keterbatasan Jumlah kata yang
tersedia untuk mewakili objek
Kata-kata adalah kategori untuk merujuk pada objek
tertentu; orang, benda, perisitwa, sifat, perasaan dsb. Tidak semua kata
tersedia untuk merujuk pada obyek. Kesulitan menggunakan kata yang tepat juga
kita alami ketika ingin mengungkapkan perasaan.
Pesan verbal biasanya lebih lazim kita gunakan untuk
menerangkan sesuatu yang bersifat factual-deskriptif-rasional.
Akan tetapi, untuk mengungkapkan sesuatu yang sangat afektif dan pribadi, kita
biasanya lebih mengandalkan pesan nonverbal.
2) Kata-kata bersifat ambigu dan
kontekstual
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata
merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang
menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda pula. Kata yang sama
mungkin memiliki makna yang berbeda bagi orang-orang yang berbeda dan makna
yang berbeda bagi orang yang sama dalam waktu yang berbeda. Suatu kata yang
sama mungkin tidak tepat atau memberi makna aneh dan lucu bila digunakan dalam
konteks (kalimat) lain dengan pelaku yang berbeda.
3) Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat oleh
konteks budaya, dengan ungkapan lain, bahasa dapat dipandang sebagai perluasan
budaya. Bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakainya untuk berpikir,
melihat lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengan cara berbeda, dan
karenanya berperilaku secara berbeda pula.
4) Pencampuran fakta, penafsiran, dan
penilaian.
Dalam berbahasa kita
sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian.
Masalah ini berkaitan dengan kekeliruan persepsi. Dalam kehidupan sehari-hari
kita sering mencampuradukkan antara fakta dan dugaan. Banyak peristiwa yang
kita anggap fakta sebenarnya merupakan dugaan yang berdasarkan
kemungkinan.
Bahasa Sebagai
Suatu Simbol
Hockett dalam Devito
(1997) mengungkapkan ada lima unsur yang terkandung di dalam konteks bahasa
sebagai suatu simbol, diantaranya:
1.
Produktivitas,
bahasa bersifat produktif, kreatif. Artinya pesan-pesan verbal kita merupakan
gagasan-gagasan baru; setiap gagasan bersifat baru. Seperti kata “Komputer”
sebelum ditemukan perangkat ini di dalam kamus bahasa apaun tidak terdapat kata
“Komputer”, kata ini baru diketahui sebagai penamaan atas temuan baru
(inovasi).
2.
Pengalihan,
kita mengenal pengalihan (displacement),
kita dapat berbicara mengenai hal-hal yang jauh dari kita, baik dari segi
tempat maupun waktu. Kita dapat berbicara tentang masa lalu dan masa depan
semudah kita berbicara tentang masa kini.
3.
Pelenyapan
cepat, suara bicara melenyap dengan cepat. Suara harus
diterima segera setelah itu dikirimkan atau kita tidak akan pernah menerimanya.
4.
Kebebasan
makna, isyarat bahasa mempunyai kebebasan makna (arbitrary), mereka tidak memliki
karakteristik atau sifat fisik dari benda atau hal yang mereka gambarkan.
5.
Transmisi
budaya, bentuk
bahasa manusia dipancarkan secara budaya
atau tradisional (culturally transmited).
Bahasa Sebagai
Sistem Makna
Jika bukan karena
kebutuhan kita untuk mengkomunikasikan makna, bahasa tidak akan ada. Dari semua
fungsi bahasa, komunikasi makna dari satu orang ke orang lain pastilah yang
paling penting. Karenanya makna harus ditempatkan pada posisi sentral.
Pemberian makna
merupakan proses yang aktif. Makna diciptakan dengan kerja sama antara sumber
dan penerima, pembicara dan pendengar. Wendell Johnson (De Vito, 1997)
menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antarmanusia diantaranya Makna ada pada diri manusia, Makna berubah, Makna membutuhkan acuan, Hati-hati dengan pengingkaran yang
berlebihan, Makna tidak terbatas jumlahnya, Makna diomunikasikan hanya sebagian, Kata-kata geram dan kata-kata
dengung. Pakar semantik S.I. Hayakawa memperkenalkan istilah snarl word (kata geram) bermakna sangat
negatif dan purr word (kata dengung)
bermakna sangat positif untuk lebih menjelaskan perbedaan antara denotasi dan
konotatif.
C.K. Ogden dan I.A. Richards mengemukakan makna melekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran orang. Hubungan ini secara diagramatik dalam sebuah segitiga makna, garis yang terputus-putus menunjukkan bahwa tidak ada hubungan langsung atau alamiah antara kedua hal tersebut, seperti terlihat dalam gambar berikut ini:
Gambar 1: Segitiga
Makna
Sumber: Bert
E.Bradley yang dikutip oleh Mulyana, 2000.
Gambar 1 dapat
dijelaskan dengan contoh: ada sebuah objek (referen) yakni benda berkaki empat,
memiliki sandaran dan dapat berfungsi sebagai tempat duduk. Orang yang memiliki
pikiran atau rujukan memberi nama benda itu sebagai “kursi”. Jadi makna tidak terletak
pada objek atau pada simbol tetapi pada manusia yang memaknainya.
Charles Berger, Jones J. Bradac dalam Liliweri (1998)
memaparkan beberapa masalah dalam komunikasi verbal seperti ada tabel berikut
ini:
Tabel
1. Hambatan Dalam Komunikasi Verbal
Menjadi Lebih Berhati-hati Terhadap:
|
Menjadi Lebih Sadar Terhadap:
|
1. Polarisasi.
‘Kata’ diartikan berdasarkan pola pikir yang baku.
|
1. Orientasi yang banyak sekali nilainya, banyak sisi
perspektif. ‘Kata’ yang mengandung banyak konotasi.
|
2. Orientasi ‘intensional kata’ megandung suatu maksud yang
jelas.
|
2. Orientasi ekstensional ‘kata’ belum tentu hanya
mengandung sesuatu maksud.
|
3. Bingung menyimpulkan fakta ‘kata’ mengandung ambiguitas
arti (arti mendua).
|
3. Fakta-fakta tidak dapat disimpulkan dan kesimpulan
bukanlah fakta.
|
4. Prinsip ‘kesemuaan’. Sering suatu kata dianggap dapat
mewakili segala sesuatu.
|
4. ‘Ketidaksemuaan’. Kata mengandung semua pengertian
mengenai sesuatu sehingga orang menggunakan kata dan lain-lain.
|
5. Evaluasi yang statis.
Pilihan kata terikat pada pengelaman suatu peristiwa.
|
5. Proses Evaluasi.
Pilihan kata mengikuti proses terjadinya suatu peristiwa.
|
6. Indiskriminasi.
Penggunaan kata bergantung pada komunikan.
|
6. Non Diskriminasi.
Penggunaan kata dianggap berlaku sama pada semua
komunikan.
|
Sumber: Liliweri (1993)
KOMUNIKASI NONVERBAL
Mengapa kita mempelajari komunikasi nonverbal? Hal ini
dipertanyakan oleh Steveen A. Beebe, Susan J.Beebe dan Mark V. Reamond dalam
bukunya Interpersonal Communication
relating to others (1996). Mereka melihat komunikasi nonverbal tidak bisa
dipisahkan dari aktivitas manusia setiap hari. Di ruang publik, seperti di mal,
bandara, terminal, kita sering memperhatikan orang disekitar kita dan memberi
makna atas perilaku nonverbal yang ditampilkan seperti gerak tubuh, pakaian
yang digunakan dan disaat itu kita berperan sebagai watcher (penonton).
Lebih lanjut, Frank E.X Dance dan
Carl E. Larson, Komunikasi nonverbal adalah sebuah stimuli yang tidak
bergantung pada ahli simbolik untuk memaknainya (a stimulus not dependent on symbolic content for meaning). Dan Edward Sapir; Komunikasi nonverbal
adalah sebuah kode yang luas yang ditulis tidak dimanapun juga, diketahui oleh
tidak seorang pun dan dimengerti oleh semua (an elaborate code that is written now here, known to none, and
understood by all).
Secara sederhana komunikasi
nonverbal dapat didefinisikan sebagai berikut: non berarti tidak, verbal
berarti bermakna kata-kata (words), sehingga komunikasi nonverbal dimaknai
sebagai komunikasi tanpa kata-kata.
Fungsi
Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal
dapat menjalankan fungsi penting. ada enam fungsi utama komunikasi nonverbal
menurut Ekman (1965); Knapp (1978) dalam De Vito (1997) diantaranya:
1)
Untuk menekankan; Kita menggunakan
komunikasi nonverbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari
pesan verbal. Misalnya: kita tersenyum untuk menekankan ungkapan tertentu.
2)
Untuk melengkapi (complement); Kita juga menggunakan komunikasi nonverbal untuk
memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal.
3)
Untuk menunjukkan kontradiksi; kita juga
dapat secara sengaja mempertentangkan pesan verbal kita dengan gerakan
nonverbal. .
4)
Untuk mengatur; gerak-gerik nonverbal
dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan anda untuk mengatur arus
pesan verbal. Mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan atau membuat
gerakan tangan untuk menunjukkan bahwa anda ingin mengatakan sesuatu.
5)
Untuk mengulangi; kita juga dapat
mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan verbal.
6)
Untuk menggantikan; komunikasi nonverbal
juga dapat menggantikan pesan verbal. Misalnya: anda dapat menganggukkan kepada
tanda ‘ya’ tanpa harus mengatakan ‘ya’ secara verbal.
Universal Dari
Komunikasi Nonverbal
Enam ciri umum dari pesan-pesan
nonverbal (De Vito, 1997) diantaranya:
1)
Komunikatif
Perilaku
nonverbal dalam suatu interaksi selalu mengkomunikasikan sesuatu. Komunikasi yang komunikatif mencakup juga kesamaan perilaku. Salah satu cara yang
digunakan untuk menyimpulkan apakah dua orang saling menyukai adalah kesamaan
perilaku (behavioral synchrony) (La
France & Mayo, dalam Devito, 1997). Serta Komunikasi artifaktual, yang memusatkan pembahasan pada perilaku yang
ditampilkan lewat berbagai cara (Lurrie, dalam Devito, 1997).
2)
Kontekstual
Seperti
halnya komunikasi verbal, komunikasi nonverbal terjadi dalam suatu konteks
(situasi, lingkungan), dan konteks tersebut menentukan makna dari setiap
perilaku nonverbal. Perilaku nonverbal yang sama mungkin mengkomunikasikan
makna yang berbeda dalam kontekis yang berbeda. Mengedipkan mata mungkin
mengkomunikasikan makna yang berbeda dalam konteks yang berbeda (kepada seorang
wanita, mungkin anda menyukainya. Dan akan berbeda ketika anda mengedipkan mata
karena hal yang lain).
3)
Paket
Perilaku
noverbal, apakah menggunakan tangan, mata, atau otot tubuh, biasanya terjadi
dalam bentuk ‘paket’ atau tandang (cluster) sebagai paket nonverbal dan
gabungan dari paket verbal bersama nonverbal
4)
Dapat dipercaya
Kita cepat mempercayai perilaku
nonverbal. Ini tetap berlaku meskipun perilaku nonverbal ini bertentangan
dengan perilaku verbal.
Kebolehan
dipercaya (believability) dan penipuan; biasanya perilaku verbal dan noverbal
konsisten. Jadi, bila kita berdusta secara verbal, kita juga mencoba berdusta
secara nonverbal. Namun perilaku verbal dan nonverbal kita sering saling
mengkhianati.
5)
Dikendalikan oleh aturan
Dikendalikan
oleh aturan; komunikasi nonverbal dikendalikan oleh
aturan (rule-governed) (McLaughlin).
Sebagai anak-anak kita belajar kaidah kepatuhan sebagian besar melalui
pengamatan perilaku orang dewasa. Kita mempelajari bagaimana mengutarakan
simpati serta aturan-aturan budaya mengenai mengapa, dimana dan kapan
mengutarakan simpati. Dalam mempelajari perilaku nonverbal menyadarkan kita
akan kepatutan mengenai aturan-aturan implisit serta makna dan implikasi
dibalik penggunaan mereka yang patut dan tidak patu
6)
Metakomunikasi
Perilaku nonverbal sering bersifat
metakomunikasi. Komunikasi nonverbal mungkin juga merupakan komentar atas
komunikasi nonverbal yang lain. Contohnya: ketika seseorang yang ketika
berjumpa dengan seseorang yang tak dikenalnya dan tersenyum dan menjabat tangan
orang ini dengan jabatan yang sama sekali tidak bersemengat. Jabatan tangan
yang lemah ini bertentangan dengan senyum yang hangat.
Dimensi-Dimensi
Komunikasi Nonverbal
Joseph A. De Vito (1997)
membagi lima dimensi komunikasi nonverbal, diantaranya:
1)
Komunikasi Tubuh
Jalan pertama untuk memahami komunikasi nonverbal
adalah tubuh. Kita mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita seringkali dan
secara akurat melalui gerakan tubuh, gerakan wajah, dan gerakan mata.
Gerakan
Tubuh
Paul Ekman dan Wallace V.Friesen membedakan lima
kelas (kelompok) gerakan nonverbal berdasarkan asal usul, fungsi dan perilaku:
Tabel
2.
Lima Kelompok Gerakan Tubuh
Menurut Paul Ekman & Wallace V.
Friesen
Nama Dan
Fungsi
|
Contoh
|
1.
Emblim
Perilaku
nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau ungkapan.
|
Isyarat
“oke” lambaikan tangan “kemari” isyarat ingin menumpang.
|
2.
Illustrator
Perilaku
nonverbal yang menyertai dan secara harafiah mengilustrasikan pesan verbal.
|
Gerakan
tangan berputar bila menggambarkan lingkaran; kedua tangan bergerak menjauh
ketika membicarakan sesuatu yang besar.
|
3.
Affect display
Gerakan-gerakan
wajah yang mengandung makna emosional dan mengkomunikasikannya
|
Ekspresi
kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan, muak/merendahkan.
|
4.
Regulator
Perilaku
nonverbal yang mengatur, memantau, memelihara, dan mengendalikan pembicaraan
orang lain.
|
Ekspresi
wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan “teruskanlah” agak lambat sedikit
atau “kemudian apalagi?”
|
5.
Adaptor
Perilaku
nonverbal yang bila dilakukan secara pribadi atau dimuka umum tetapi tidak
terlihat, berfungsi memenuhi kebutuhan tertentu sampai selesai (memuaskan
kebutuhan tertentu).
|
Menggaruk-garukkan
kepala.
|
Sumber: Hasil Olahan Penulis dari
De Vito (1997)
2)
Gerakan Wajah
Gerakan wajah mengkomunikasikan macam-macam emosi
selain juga kualitas atau dimensi emosi. Kebanyakan periset sepakat dengan Paul
Ekman, Wallace V. Friesen dan Phoebe Ellsworth (1972) dalam menyatakan pesan
wajah dapat mengkomunikasikan sedikitnya kelompok emosi berikut: kebahagiaan,
keterkejutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan/penghinaan. Periset nonverbal,
Dele Leather (1986) mengemukakan bahwa gerakan wajah juga mengkomunikasikan
kebingungan hati.
Tabel
3.
Lima Kelompok Gerakan Wajah
Menurut Paul Ekman & Wallace V.
Friesen
Dimensi
|
Uraian
|
Affect Display
|
Keenam
emosi yang diidentifikasi Ekman dkk secara umum dinamakan efek display primer. Ini merupakan
emosi tunggal yang relatif murni. Keadaan emosi yang lain dan tampilan yang
lain merupakan kombinasi dari berbagai emosi primer ini (affect blend).
|
Ketepatan enkoding-dekoding
|
Memisahkan
kemampuan encoding dan decoding adalah sulit. Seseorang barangkali sangat
mahir dalam mengkomunikasikan emosi, tetapi penerimanya mungkin ternyata
tidak peka. Sebaliknya penerima mungkin saja pandai dalam mengartikan emosi,
tetapi pengirim mungkin tidak mampu. Ketepatan mengirim dan menerima pesan
bervariasi menurut emosi itu sendiri.
|
Ekspresi mikronomentari
|
Kita
tidak dapat benar-benar menyembunyikan emosi karena bagaimanapun akan
terungkap tanpa kita sadari. Kita sering mengungkapkan emosi tanpa sadar
sesuai dengan riset ekspresi
mikonomentari (Haggard dan Isaacs). Ekspresi dapat terlihat jelas jika
menggunakan teknologi film dengan fungsi perlambat yang akan menunjukkan
gerakan ekstrik secara micro.
|
Sumber: Hasil Olahan Penulis dari
De Vito (1997)
3)
Gerakan Mata
Pesan-pesan
dikomunikasi oleh mata bervariasi bergantung pada durasi, arah dan kualitas
dari perilaku mata.
Fungsi
komunikasi mata:
· Mencari
umpan balik; kita sering menggunakan mata kita untuk mencari umpan balik dari
orang lain.
· Menginformasikan
pihak lain untuk bicara; menunjukkan bahwa saluran komunikasi telah terbuka dan
bahwa lawan bicara kita sekarang bisa berbicara.
· Mengisyaratkan
sifat hubungan; pandangan mata dapat juga mengisyaratkan hubungan positif yang ditandai dengan pandangan
terfokus yang penuh perhatian. Atau hubungan negatif yang ditandai dengan
penghindaran kontak mata.
· Mengkompensasi
bertambahnya jarak fisik; gerakan mata dapat mengkompensasi bertambah jauhnya
jarak fisik.
· Penghindaran
kontak mata; Erving Goffman mengatakan jika kita menghindari kontak mata
berarti kita membantu orang lain menjaga privasi mereka.
· Pembesaran
pupil mata; pembesaran pupil mata (pupilometri).
Pupil mata menunjukkan minat dan tingkat kebangkitan emosi kita. Pupil mata
kita membesar bila kita tertarik pada sesuatu atau bila secara emosional kita
terangsang.
4)
Ruang, kewilayahan, dan komunikasi
sentuhan
Selain
berkomunikasi dengan kata-kata dan dengan tangan, wajah, dan mata kita juga
berkomunikasi dengan ruang, wilayah dan sentuhan.
Komunikasi ruang (space
communication)
Komunikasi ruang sering dinamakan prosemik, istilah ini diperkenalkan
oleh Edward T. Hall.
Empat Jarak ruang
(spasial) menurut Edward T.Hall terdiri dari:
·
Jarak intim; mulai dari fasa dekat
(bersentuhan) sampai ke fasa terjauh sekitar 15-45 cm (jarak intim : 0-45 cm).
·
Jarak pribadi; daerah ini melindungi
kita dari sentuhan ornag lain dari fasa dekat jarak pribadi antara (45-75 cm).
kita masih bisa menyentuh. Dan fase jauh jarak pribadi antara (75-120 cm), dua
orang saling bersentuhan hanya jika mereka mengulurkan tangan.
·
Jarak sosial; dalam jarak sosial kita
kehilangan detil visual yang kita peroleh dalam jarak pribadi. Fase dekat dari (120 – 210 cm) yang biasa
digunakan untuk pertemuan bisnis. Fase jauh dari (210-360 cm) adlah jarak yang
kita pelihara bil seseorang berkata menjauh agar saya dapat memandangmu dalam
nada resmi.
·
Jarak publik; fase dekat jarak public
(360-450 cm) orang terlindung oleh jarak. Jarak jauh (lebih dari 750 cm) kita
melihat orang tidka sebagai individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian
dai suatu kesatuan yang lengkap.
Komunikasi
Sentuhan (touch communication)
Makna sentuhan, ada lima makna utama sentuhan
yang diidentifikasikan oleh Stanley Jones dan Elaine Yarbrough sebagai berikut:
Tabel
4.
Tujuan Komunikasi Sentuhan
Menurut Stanley Jones & Elaine
Yarbrough
Tujuan
Sentuhan
|
Uraian
|
Afeksi
positif
|
Sentuhan
dapat mengkomunikasikan emosi positif, utamanya diantara pasangan intim atau
semacamnya yang mempunyai hubungan dekat.
|
Bercanda
|
Sentuhan
seringkali mengkomunikasikan keinginan kita untuk bercanda dengan perasaan
kasih sayang atau secara agresif.
|
Mengarahkan/
Mengendalikan
|
Sentuhan
mungkin mengarahkan perilaku, sikap atau perasaan orang lain. Menurut Henley,
sentuhan juga menunjukkan dominasi yang cenderung mengendalikan.
|
Ritual
|
Sentuhan
ritualistik terpusat pada salam dan perpisahan. Menjabat tangan mengatakan
halo atau jumpa.
|
Keterkaitan
dengan tugas
|
Sentuhan
yang berkaitan dengan tugas dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan fungsi
tertentu. Seperti menyentuh dahi seorang anak kecil untuk mengetahui apakah
dia demam atau tidak.
|
Sumber: Hasil Olahan Penulis dari
De Vito (1997)
5)
Parabahasa dan Waktu
Parabahasa (paralanguage)
Parabahasa
mengacu pada cara kita mengucapkan sesuatu dan bukan pada apa yang kita
ucapkan. Selain tekanan atau tinggi rendahnya pengucapan kata (pitch), parabahasa mencakup juga aspek
karakteristik vokal lain seperti kecepatan (rate),
volume, dan irama (rhythm).
Parabahasa juga mencakup vokalisasi yang kita lakukan ketika menangis,
berbisik, mengerang, bersendawa, menguap dan berteriak (argyle 1988; Trager,
1958, 1961).
Parabahasa mencakup dimensi berikut
ini:
Tabel
5.
Dimensi Parabahasa Menurut De Vito
Dimensi Parabahasa
|
Definisi
|
Penilaian tentang giliran bicara
|
Petunjuk paralinguistik untuk
mengisyaratkan giliran bicara.
|
Petunjuk mempertahankan giliran
|
Dengan menunjuk paralinguistik anda
dapat mengkomunikasikan keinginan anda untuk mempertahankan posisi bicara
anda.
|
Petunjuk mengalihkan giliran
|
Mengisyaratkan bahwa pembicaraan telah
selesai dan sekarang tiba giliran orang lain untuk berbicara. (-eh?)
|
Petunjuk minta giliran
|
Sebagai pendengar kita menggunakan
pentunjuk paralinguistik untuk memberitahu pembicara bahwa kita inign
mngatakan sesuatu melalui vokal -er atau -em.
|
Penilaian tentang efektivitas
komunikasi
|
Menunjukkan daya pesuasi,
kredibilitas, pemahaman dan preferensi.
|
Sumber: Hasil Olahan Penulis dari
De Vito (1997)
Komunikasi
Temporal
Menyangkut
penggunaan waktu – bagaimana kita mengaturnya dan bereaksi terhadapnya, dan
pesan yang dikomunikasikannya. Dimensi waktu dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel
6.
Dimensi Komunikasi Temporal
Dimensi
Waktu
|
Uraian
|
Waktu
kultural
|
Dapat
dibedakan atas tiga jenis waktu yaitu waktu presisi, waktu ilmiah (digunakan
di laboratorium). Waktu formal mengacu pada bagaimana suatu kultur
mendefinisikan waktu dan mengajarkan waktu. Waktu informal mengacu pada
penggunaan istilah waktu yang agak longgar (selamanya, segera, secepat
mungkin).
|
Orientasi
waktu tepat dan kira-kira
|
Orientasi
waktu tepat (displaced time orientation), dimana waktu dilihat secara eksak.
Orientasi
waktu kira-kira (diffused time orientation), orang melihat waktu sebagai
kira-kira daripada efek eksak.
|
Waktu
psikologis
|
Waktu
psikologis mengacu pada tingkat kepentingan yang ktia lekatkan pada masa
lalu, masa kini dan masa akan datang.
|
Waktu
dan status
|
Waktu
sangat terkait erat dengan pertimbangan status. Waktu yang tepat untuk jamuan
makan malam dll.
|
Sumber: Hasil Olahan Penulis dari
De Vito (1997)
Alo Liliweri (1994) mengkategorikan
dimensi-dimensi komunikasi nonverbal atas tiga kelompok yang didasarkan pada
para ahli yang menyampaikan teori nonverbal. Karena menurut Liliweri tema
dimensi komunikasi verbal mendapat perbedaan dari setiap ahli komunikasi. namun
perbedaan tersebut tidak dalam isinya.
Liliweri mengelompokkan
dimensi komunikasi verbal menurut tiga kajian diantarany: (1) Knapp &
Tubbs; membedakan komunikasi nonverbal dengan dimensi kinesik, karakteristik
fisik, Meraba, Paralinguistik, Prosemik, Artifacts, dan Faktor Lingkungan. (2)
Barker & Collins; dimensi komunikasi nonverbal terdiri atas suasana
komunikasi, pernyataan diri, dan gerakan tubuh. (3) Duncan; juga membagi
dimensi komunikasi nonverbal dengan konsep yang hampir sama dengan ahli lain
yakni gerakan tubuh, paralinguistic, prosemik, penciuman, kepekaan kulit, dan
artifacts.
PERBEDAAN KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL
Gambar 2. Perbedaan Komunikasi Verbal dan Komunikasi
Nonverbal Versi Knapp
(Liliweri,
1994)
Komunikasi verbal
merupakan komunikasi bersaluran tunggal dan pesannya seperti kata-kata diterima
dalam suatu rentang waktu yang berurutan. Pesan itu harus disimak dari
kata-kata terucap atau hanya bisa dipahami dengan membaca tulisan yang ada di
buku atau kertas. Pesan verbal umumnya diterima dengan menggunakan saluran
indera yang tunggal, seperti mendengarkan kata-kata lisan lewat telinga dan
menggunakan mata untuk membaca tulisan di buku atau media lainnya.
Sementara pesan
nonverbal sangat berbeda, pesan itu bisa diterima dengan mengefektifkan seluruh indera pada
diri manusia. Seperti ketika bertemu dengan teman lama, kita akan
mengefektifkan penglihatan untuk memaknai setiap gerak tubuhnya atau penampilan
fisiknya, kemudian sambil membaui dengan indera penciuman aroma tubuhnya, mendekat
secara fisik dengan dirinya, atau menyentuhnya untuk menyatakan bahwa kita
merindukan dirinya. Hal ini dapat berlangsung secara bersamaan tanpa perlu
pengendalian diri atau menunggu proses lebih lama di otak.
Komunikasi verbal
selalu berada di bawah pengawasan manusia secara sadar maupun sukarela,
sedangkan komunikasi nonverbal tidka dapat diawasi dengan baik apalagi
sempurna. Gagasan, pikiran dan perasaan dalam komunikasi verbal disusun dengan
tata cara pembahasan tertentu. Dalam komunikasi nonverbal manusia bereaksi
secara otomatis pada setiap situasi, wajah kita akan spontan menjadi merah
ketika kita malu atau berseri-seri ketika kita gembira dan bisa jadi pusat dan
berkeringat ketika takut atau kaget.
DAFTAR
PUSTAKA
Beebe, Steven A. Beebe, Susan J. & Reamond, Mark
V. 1996. Interpersonal Communication
Relating to others. USA: Allyn & Bacon.
Cangara, Hafied. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books.
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi., Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Liliweri, Alo. 1994. Komunikasi Verbal Dan Nonverbal. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sendjadja,
S.Djuarsa Dkk. 1994. Modul Teori
Komunikasi. Universitas Terbuka.
Komentar
Posting Komentar